Kisah Sekolah Kekurangan Murid Di Indonesia, Salah Siapa?

Akhir-akhir ini beredar kabar beberapa sekolah di Indonesia mengalami kekurangan murid, lalu apa penyebab dari fenomena ini dan siapa yang harus disalahkan?
Kabar ini muncul usai penerimaan siswa baru menyambut tahun ajaran baru 2022/2023 segera mulai. Momen yang seharusnya jadi dinanti-nantikan oleh para pelajar dan tenaga pendidik justru jadi momen yang cukup menyedihkan.
Contohnya di SDN Sriwedari 197 Solo Jawa Tengah. Meskipun berada di kawasan perkotaan, namun hanya ada satu murid yang mendaftar menjadi siswa baru.
Hal ini membuat kita mengerutkan dahi, lalu mengapa fenomena tersebut bisa terjadi dan siapa yang harus bertanggung jawab atas permasalahan ini?
Berkaca dari status sekolah dasar yang umumnya adalah milik pemerintahan daerah, tentu ini jadi PR untuk Dinas Pendidikan setempat yang mengalami masalah dalam ketidakmerataan persebaran angka kelahiran.
Keberadaan seolah perlu diseimbangkan dengan jumlah penduduk yang ada di radius sekitar sekolah terutama pada jenjang Sekolah Dasar yang sering menumpuk di suatu desa atau kelurahan.
Penumpukan Sekolah Dasar itu adalah peninggalan dari zaman dulu yang memiliki jumlah penduduk yang banyak namun untuk saat ini beberapa sekolah sudah tidak relevan lagi di beberapa tempat.
Berkaca dari sekolah yang seyogyanya tidak hanya melakukan kegiatan di dalam kelas namun terdapat proses sosialisasi antar murid di sekolah rasanya miris apabila terdapat sekolah yang masih kesulitan menemukan siswa baru.
Selain dari sisi permintaan dan penawaran yang tidak seimbang, beredarnya sekolah swasta juga memperburuk keadaan sekolah negeri yang memiliki murid sedikit.
Jika pada zaman dahulu para orang tua lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri, berbeda dengan sekarang. Para orang tua lebih memilih untuk menyekolahkan anak ke sekolah swasta yang memiliki kualitas lebih baik.
Banyak sekolah swasta saat ini yang memiliki kualitas lebih baik daripada sekolah negeri. Hal ini menyangkut dalam kebebasan dalam mengembangkan kurikulum seperti menawarkan program pendidikan agama diperbanyak seperti yang terjadi di SDIT.
Tak hanya itu, aturan dari sekolah swasta juga lebih fleksibel karena menyampingkan aturan zonasi sehingga orang tua bisa bebas menempatkan anaknya di sekolah tersebut. Kendati demikian, biaya sekolah swasta memang lebih tinggi daripada sekolah negeri mengingat kualitasnya yang lebih ditingkatkan.
Semakin menjamurnya sekolah swasta dengan kualitas lebih "tinggi" daripada sekolah negeri dan tidak adanya pemetaan kondisi demografi di sekitar sekolah membuat instansi pendidikan berplat merah terancam keberadaannya.
Keadaan tersebut memiliki dampak yang nyata pada tahun ajaran 2022/2023 ini, beberapa sekolah mengalami kekurangan siswa yang cukup miris, seperti apa kisah kekurangan siswa di sekolah Indonesia?
Kisah sekolah yang kesulitan mendapatkan siswa baru
Berikut ini beberapa kisah memilukan dari beberapa sekolah yang kesulitan mendapatkan siswa baru pada tahun ajaran baru 2022/2023.
SDN Sriwedari 197, Kota Solo hanya menerima "Satu" murid saja
Adalah Azzam siswa berusia 6 tahun yang menjadi peserta didik baru di Sekolah Dasar Negeri Sriwedari 197, Kota Solo, Jawa Tengah.
Tak terbayangkan seorang siswa berusia 6 tahun yang harus menempuh pendidikan sekolah dasarnya seorang diri saja, namun Azzam tetap bersemangat untuk menjalani tahun ajaran baru, 2022/2023.
Di hari pertama masuk sekolah, Senin (11/7/2022), Azzam seorang diri belajar
"Senang, nggak takut, semangat sekolah," ungkap Azzam.
Diyan selaku guru dari Azzam mengaku sosok siswa baru itu memiliki semangat yang sangat baik dan tetap ceria meskipun hanya belajar seorang diri. Namun Azzam sebenarnya tidak sendiri, akan ada satu murid lagi yang sebelumnya tidak naik kelas.
Namun secara fasilitas, SDN Sriwedari sebenarnya mampu untuk menerima siswa lebih banyak lagi karena kursi yang disediakan juga 28 dalam satu kelas, lalu mengapa hal ini bisa terjadi.
Menurut Bambang Suryo Riyadi selaku kepala sekolah SDN Sriwedari 197 fenomena kurangnya siswa ini dikarenakan warga setempat yang memilih untuk pindah dan kawasan tersebut sudah menjadi area perkotaan yang dipenuhi oleh kantor, hotel hingga gedung olahraga.
Kendati demikian, jumlah siswa baru di SDN Sriwedari 197 memang selalu berkurang setiap tahun. Saat ini jumlah siswa kelas II hanya 3 siswa, kelas III hanya 5 siswa, kelas IV hanya 8 siswa, kelas V hanya 17 siswa dan kelas VI hanya 19 siswa.
Sekolah Dasar Kristen Widodo Plampang hanya menerima dua siswa
Kisah selanjutnya ada dari SD Kristen Widodo yang berada di pedukuhan Plampang II, Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kulon Progo, DIY. Sekolah yang berbasis agama kristen itu hanya menerima 2 siswa baru pada tahun ajaran 2022/2023.
Berbeda dengan sekolah sebelumnya yang berada di kawasan perkotaan, Sekolah Dasar Kristen Widada ini terletak di kawasan terpencil perbukitan Kulon Progo atau 45 menit dari wilayah perkotaan.
Dengan adanya dua siswa baru itu, jumlah total siswa dari kelas satu hingga enam hanya ada 10 orang saja. Siswa tersebut tersebar di kelas III satu anak, kelas IV empat anak dan kelas VI empat anak. Kurangnya jumlah penduduk di sekitar SD Kristen Widada menjadi penyebab kurangnya siswa.
Kisah sekolah Yayasan Kanisius yang ditutup
Tak hanya berdampak sekolah dasar negeri, namun berdampak juga pada sekolah dasar milik yayasan. Fenomena kurangnya siswa baru terjadi di SD Kanisius Trengguno yang sudah berdiri sejak tahun 1991 di Gunung Kidul.
Sudah tiga tahun kebelakang, SD Kanisius Trengguno tidak menerima siswa baru lagi dan dalam ambang penutupan. Saat ini jumlah siswa hanya sebanyak 11 orang yang tersebar di kelas 4,5 dan 6 dengan jumlah guru tiga orang saja.
Sekolah ini akan segera tutup dan para guru yang saat ini sedang mengajar akan ditarik ke sekolah negeri.
Dulu sekolah favorit, kini dapat siswa saja sulit
Kisah kurangnya siswa baru juga terjadi di SDN Sugihan 3 yang berada di kabupaten Semarang. Dulunya SD ini merupakan sekolah favorit namun kini tidak ada satupun siswa yang mendaftar ke SDN Sugihan 3.
Sekolah tersebut berada di tengah sawah dan jauh dari pemukiman namun lokasinya strategis karena berada di perbatasan sehingga banyak siswa dari desa sebelah yang menempuh studi di SDN Sugihan 3.
Penurunan jumlah siswa baru secara drastis terjadi sejak tahun 2018 dan puncaknya di tahun 2022 yang tidak ada satupun murid baru sehingga terdapat satu kelas kosong.
Namun menurut Ika selaku guru di SDN Sugihan, kelas kosong yang seharusnya diisi oleh murid kelas satu akan dijadikan tempat untuk pembelajaran agama.
Itulah beberapa kisah dari beberapa sekolah yang mengalami kesulitan mendapatkan siswa baru di tahun ajaran 2022/2023.
Jika membayangkan seorang siswa yang terlibat dalam fenomena tersebut memang memilukan namun kita patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada mereka yang masih semangat menempuh pendidikan sebaik-baiknya, termasuk pada guru yang terlibat. Semoga permasalahan tersebut bisa teratasi dengan baik dan para murid bisa berinteraksi dengan teman sebaya lebih banyak di lingkungan sekolah.
Oleh departemen Kajian Aksi dan Strategi HMPS PBA UINSUKA 2022